Minggu, 06 September 2015

Happy 9 monthiversary.


Bukan setangkai bunga mawar, bukan bingkisan coklat ataupun kata-kata romantis yang kau berikan saat itu. Hanya sebuah ajakan nonton film kekinian di sebuah bioskop. Malam itu, di dalam mobil hanya sebuah pertanyaan yang keluar dari mulutmu. “Jadinya gimana?” pertanyaan yang konon merupakan sebuah penembakan, ah sudahlah mungkin memang kau tidak pandai berkata-kata. Tapi dari sebuah pertanyaan sederhana dan dengan jawaban yang sederhana, berhasil mengantar kita ke dalam sebuah hubungan yang serius. Hubungan yang merubah aku, kamu, menjadi kita.

Meskipun hal baru, namun ku akui kau menjalaninya dengan sangat baik. LDR yang sempat menjadi keraguan untuk menjalaninya denganmu. Tapi berkat ketangguhan mu, keraguan ku pun berubah menjadi keyakinan. Kau menunjukkan bahwa kau tidak selemah yang aku kira, meskipun pada masa adaptasi tidak jarang kita melawan rasa rindu yang teramat sangat, rasa ingin menangis yang tidak dapat terbendung lagi dan keadaan yang kurang mendukung sehingga terkadang membuat masalah dalam hubungan kita. Satu demi satu masalah berdatangan menjadi kerikil dalam hubungan kita, tapi kita berhasil melewatinya dengan sangat tenang. Kejujuran, kepercayaan dan komunikasi yang berhasil membuat kita bertahan sampai saat ini. Bukan suatu hal yang baru bagi kita untuk mengenal satu sama lain, karena hubungan ini diawali dengan hubungan persahabatan. Persahabatan yang merubah temen menjadi demen.

3.5 tahun kita saling menjajaki sifat, mengenal lebih jauh keluarga dan sanak saudara satu sama lain. Acara keluarga besar menjadi ajang paling bermanfaat untuk memperkenalkan ku dengan keluarga mu. Walaupuin tidak jarang kaki ku terasa gemetar, jantung berdegup kencang, mulut seakan tertutup rapat saat awal-awal kau perkenalkan diriku dengan keluargamu. Tapi itulah yang dinamakan proses, proses yang tidak pernah akan terlupakan. Akhirnya, di akhir tahun 2014 kau berhasil mengucapkan ijab qabul dengan suara yang lantang di hadapan semua orang yang hadir di mesjid itu. Hari itu menjadi hari yang sangat bahagia bagi keluarga besar kita. Hari yang paling kita nantikan, hari dimana semua konsep pernikahan yang kita idamkan telah direncanakan dengan persiapan yang sangat matang.

Hari-hari pun menjadi agak sedikit berbeda setelah kita menyandang status suami-istri. Hari-hari di mana kita harus pandai membagi waktu antara keluarga mu dan keluarga ku. Ini dianjurkan agar kita bisa saling mengetahui kebiasaan keluarga kita masing-masing. Setelah kurang lebih 2 bulan bolak balik kesana kemari, kita pun memutuskan untuk memulai kehidupan berdua. Belajar hidup mandiri dengan apa yang kita punya. Awalnya terasa sangat berat, terlebih lagi karena kita belum memiliki perabot apapun selain kasur dan lemari pakaian. Apalagi saat itu tanggal tua, tanggal kritis untuk membeli ini itu. Kita tidak bisa menyimpan stok sayuran, lauk dan pauk atau bahkan sekedar air dingin. Sayuran yang kita beli hari ini pun akan busuk keesokan harinya jika tidak langsung diolah. Ini sempat membuatku merasa sedih karena harus membuang makanan, tapi mau gimana lagi. Tapi disitulah aku merasa kita sedang diuji kesabaran serta kekompakan sebagai sepasang suami istri. Kalau kata orang tua dahulu, bila hidup mandiri kita akan merasakan ga punya garem, ga punya beras dsb karena selama kita hidup menumpang semua itu telah tersedia sehingga tidak pernah merasakan kekurangan. Tapi untunglah, kita berhasil melewati semua itu. Satu demi satu perabot dicicil untuk mengisi ruangan di rumah kita. Tak terasa rumah kita pun sudah mulai ramai dengan perabot yang kita cicil. Sungguh menyenangkan bisa membeli itu semua dengan hasil jerih payah kita sendiri. Perasaan yang belum pernah kurasakan sebelumnya, perasaan bahagia saat kita membawa trolly bersama untuk membeli kebutuhan belanja bulanan, bahkan terkadang terjadi perdebatan lucu saat kita berbeda pendapat untuk membeli suatu barang. Tapi untunglah perdebatan itu hanya sebuah warna-warni yang menghias buku cerita kita.

A great marriage is not when the perfect couple comes together. It is when an imperfect couple learns to enjoy the differences

Yah kurang lebih begitulah quote favorit ku saat ini. Quote yang terkadang membuatku semangat untuk menghadapi semua perbedaan yang kita miliki. Bukan tidak jarang terkadang aku kurang bisa menerima perbedaan yang ada dalam diri kita. Apalagi kalau perbedaan itu datang di saat kita berdua sedang lelah, keadaan di mana perbedaan kecil pun bisa menyulut menjadi besar. Kalimat yang sangat ku benci adalah “kamu tuh gatau aku sibuknya gimana”. Kalimat yang keluar dari mulutmu jika sedang membela diri. Kalimat yang terkadang membuatku sakit hati. Padahal cuma masalah sepele, aku hanya sekedar mengingatkan makan siang yang terkadang terlupakan olehmu sehingga membuatmu migrain. Mungkin aku memang tidak sesibuk dirimu, yang di awal bulan disibukkan dengan pensiunan/sertifikasi guru, rapat, kunjungan nasabah atau bahkan pada akhir bulan disibukkan dengan istilah tutup buku. Tapi untunglah sampai saat ini belum pernah dan jangan pernah terjadi perselisahan yang serius di antara kita. Kalaupun jika perselisihan itu terjadi, semoga kamu selalu mengingat betapa bahagianya hari pernikahan kita dan betapa besarnya perjuangan kita sampai ada di tahap ini. Seperti diriku yang selalu berusaha mengingat semua itu agar selalu bisa bersahabat dengan segala perbedaan yang terjadi. Maafkan aku suamiku, maafkan keegoisanku, maafkan segala tingkah laku ku yang terkadang membuat mu gerah. Mungkin memang aku saja yang kurang pengertian dan kurang sabar dalam menerima semua perbedaan ini. Terima kasih untuk segala yang telah engkau berikan padaku.

I love you so much and happy 9th wedding monthiversary



                                                                                              with love, 
                                                   ❤ Your wife