Kamis, 14 April 2016

Vonis Mium/Kista (Super Late Post)

Ga kerasa udah 8 bulan saya resmi menjadi seorang istri. Sudah mulai banyak yang nanya “udah isi belum?” Setiap ada acara kumpul keluarga pasti ada saja yang menanyakan hal tersebut. Yah namanya juga kehidupan sosial, saya hanya bisa tersenyum seraya menjawab “belum, doain aja yang terbaik

Awal-awal masih bisa dibawa santai, tapi entah kenapa akhir-akhir ini agak sensitive dan agak kepikiran kalau ada yang nanya seperti itu. Maklum saya dan suami juga pengen cepet-cepet punya anak, supaya rumah kami tidak sepi karena kami juga tidak pernah  menunda untuk punya momongan. Usaha dan doa tidak ada henti-hentinya demi mendapatkan momongan. Mulai dari minum susu persiapan kehamilan dengan berbagai merk, minum sari kurma, minum asam folat dan vitamin e.  Sampai-sampai  tidak pernah kehabisan stock susu & obat.

Berhubung haid saya tidak teratur semenjak persiapan pernikahan sampai sekarang, setelah menikah saya menggunakan aplikasi My Calendar di smartphone untuk memudahkan mengingat tanggal haid, masa subur dsb. Pagi itu, saya lihat aplikasi tersebut. Di sana dikatakan bahwa saya telah telat haid 3 hari dari jadwal yang seharusnya. Memang sih jadwal haid saya memang tidak teratur, ah tapi tidak ada salahnya coba testpack pikir saya. Setelah di testpack, ternyata hasilnya negative. Sedih sih tapi sudahlah, saat ini saya memang sudah mulai bersahabat dengan hasil testpack seperti itu. Awalnya memang sedih, bahkan pernah suatu ketika saya telat haid dan pas testpack hasilnya negative, entah kenapa saat itu terlalu terbawa perasaan sehinnga saya sangat sensitive dan tidak bisa menahan rasa sedih, ujung-ujungnya cuma bisa nangis. Di situ suami saya berusaha menenangkan, memberikan dukungan, “Ga usah dipikirin, mungkin belum  rejekinya. Sabar aja ya, lagian kan kita baru beberapa bulan nikah. Tenang, ga usah dipikirin, udah ya jangan nangis.” Denger suami ngomong gitu, bukannya berhenti nangis, saya malah tambah sedih, ngerasa belum bisa kasih kebahagiaan. Emang agak lebay sih tapi memang kadang saya merasa seperti itu Ditambah lagi saya memang tipe orang yang kalau lagi sedih, lebih baik dibiarkan menagis supaya tenang dibandingkan dihibur ini itu. Setelah puas nangis, rasanya lega. Akhinya setelah diajak ngobrol serius, kami memutuskan untuk lebih tenang menyikapi ini semua. Ga usah terlalu dengerin apa kata orang. Jalanin aja lebih santai. 

Beberapa bulan lalu, lagi lagi hasil testpack negative, memang sih sudah mulai terbiasa tapi jauh di lubuk hati yang terdalam ada rasa kecewa dan sedih. Tapi kali ini saya dan suami memutuskan untuk memeriksakannya ke dokter, mumpung libur juga. Alhasil, saya diantar suami pergi ke klinik dekat rumah yang kebetulan ada dokter kandungan. Setelah daftar, saya tinggal menunggu dipanggil. Kebetulan saya dapet nomor antrian 1 jadi kami pikir tidak akan lama. Ga lama kemudian, nama saya dipanggil perawat, saya langsung ditensi dan ditimbang berat badan serta perawat tersebut pun bertanya tentang keluhan-keluhan yang dialami, setelah menulis keluhan, perawat tersebut menyuruh saya untuk banyak minum serta menahan pipis karena akan di USG. Setelah itu, saya disuruh menunggu lagi, karena dokternya belum dateng. Kurang lebih setengah jam, dokternya baru dateng. Begitu masuk ruangan, entah kenapa tiba-tiba degdegan, dokter langsung nanya, “disini ditulis konsultasi. Mau konsultasi apa?” (dengan nada yang sedikit tinggi). Entah kenapa saya kurang beitu suka dengan cara penyampaiannya. Setelah saya menceritakan keluhan saya, saya pun langsung disuruh usg. Begitu di USG, dokter menunjukkan hasilnya lewat monitor. Dokter bilang, kalau terlihat ada sel telur yang tidak pecah, entah lah dia bilang apa, yang saya ingat dia bilang “ini ada bentuk yang kecil kaya gini, masih belum pasti ini mium/kista” begitu denger dokter bilang gt, badan langsung lemeeees. Lalu setelah selesai USG, kembali ke meja dokter.

dr         : “selama ini haid nya teratur ga?”
Saya    : “engga dok (memang semenjak persiapan nikah sampai sekarang agak kurang teratur)”
dr         : “oh kalau haid nya ga teratur berarti ga subur. Saya saranin kamu test hormon aja. Mau gak?
  (dengan nada kembali tinggi)”
Saya    : “(dengan  pikiran yang masih campur aduk begitu dokter memvonis saya tidak subur) hah iya
  dok, baiknya gmn ya (berharap mendapat penjelasan lebih rinci)?
dr         : “Ya periksa aja hormonnya, ini saya kasih rujukan. Nanti kalau udah ada hasil, balik kesini lagi”
Saya    : “iya dok (dengan nada lemas dan langsung keluar)”

Setelah itu, giliran urusan administrasi. Bayar sekitar 250an lebih, WHAT?? Mahal banget dengan cara konsultasi seperti  itu? ga ada penjelasan apapun, ga sampe 10 menit kali! Saking kesalnya, saya dan suami memutuskan untuk tidak menebus obat. Sepanjang perjalanan pulang dari klinik sampai kerumah, saya ga mood untuk ngobrol apapun. Begitu sampai di rumah, diem sejenak. Masuk ke kamar, awalnya pengen kuat-kuatin, tapi entah kenapa terngiang-ngiang “mium, kista, tidak subur” ga lama kemudian, suami nanya ”kenapa?” Kesel sama penyampaian dokter, vonis mium, kista dan yang paling sakit hati adalah divonis tidak subur! Tanpa babibu lagi saya nangis sejadi-jadinya. Saking keselnya, saya bilang ke suami saya kalau saya tidak akan pernah mau balik lagi ke dokter itu! Bukan saya tidak mau menerima kenyataan, tapi cara penyampaian dokternya yang kurang saya suka. Dokter juga punya etika bukan? Untuk menyampaikan penyakit yang diderita pasiennya. Apakah harus dengan gamblangnya memvonis saya tidak subur pada kunjungan pertama dan di depan suami saya? Apalagi dia dokter senior, seharusnya lebih berpengalaman. Sedih, kesel semua campur jadi satu. Melihat istrinya nangis sejadi-jadinya sampai sesegukan. Suami saya dengan tenangnya memeluk saya, “udah ga usah dipikirin omongan dokter tadi, lupain aja. Kita periksa ke dokter yang lain aja. Udah ga usah dipikirin ya, ga usah takut, kan ada aku. Kita berdua sama-sama hadepin ya” sesekali saya pun melihat wajah suami saya, terlihat raut wajah sedih tapi tidak ingin ditunjukkan dan berusaha tetap tegar di depan istrinya. Setelah puas  nangis dan sedikit tenang, kami pun memutuskan untuk memeriksakan kembali ke dokter lain untuk second opinion.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar